Senin, 21 Mei 2012

Mengenal Karakteristik Bahasa Arab



Bahasa Arab mempunyai ciri-ciri  kekhususan yang tidak terdapat pada bahasa-bahasa lainnya. Kemudian dari kekhususannya ini menjadikan bahasa Arab  sebuh bahasa yang felksibel, mempunyai elastisitas yang tinggi, maka dalam  menjalankan dan mempertahankan fungsinya sebagai bahasa komunikasi, sarana dalam penyampaian tujuan agama, pencatatan berbagai ilmu pengetahua, telah mampu disampaikan dengan mudah dan benar.

A. Karakteristik Bahasa Arab
Secara etimologi, karakteristik berasal dari akar kata bahasa Inggris yaitu character yang berarti watak, sifat, cirri Kata characteristic berarti sifat yang khas atau ciri khas sesuatu. Achmad Maulana mengartikan karakteristik dengan ciri khas, bentuk-bentuk watak dan tabiat individu, corak tingkah laku atau tanda khusus. Dalam istilah bahasa Arab, kata karakteristik dikenal dengan خصائص sebagai bentuk jamak dari خصوصيـة yang diartikan dengan kekhususan atau keistimewaan. Maka dapat dikatakan bahwa karakteristik bahasa Arab adalah bentuk watak dan ciri khas atau tanda-tanda khusus yang dimiliki bahasa Arab.

Pengetahuan tentang karakteristik bahasa Arab merupakan tuntutan yang harus dipahami oleh para pengajar bahasa Arab, karena pemahaman akan diskursus ini akan memudahkan mereka yang berkecimpung pada bidang pendidikan dan pengajaran bahasa Arab dalam melaksanakan kegiatan proses pembelajaran. Tetapi perlu diperhatikan bahwa karakteristik bahasa Arab tidaklah identik dengan kesulitannya, karena dengan memiliki pengetahuan serta pemahaman tentang karakteristiknya, setidaknya akan tersingkap kelebihan-kelebihan yang ada pada tubuh bahasa Arab, dan menjadi aspek kemudahan yang menjadi pintu untuk membuka jalan bagi mereka yang ingin mempelajari dan mendalaminya.

Bahasa Arab memiliki karakteristik yang unik dan universal. Dikatakan unik karena bahasa Arab memiliki ciri khas yang membedakannya dengan bahasa lainnya, sedangkan universal berarti adanya kesamaan nilai antara bahasa Arab dengan bahasa lainnya.

B. Karakteristik Universal Bahasa Arab
Bahasa Arab memiliki karakteristik yang unik dan universal. Dikatakan unik karena bahasa Arab memiliki ciri khas yang membedakannya dengan bahasa lainnya, sedangkan universal berarti adanya kesamaan nilai antara bahasa Arab dengan bahasa lainnya. Karakteristik universalitas bahasa Arab antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Bahasa Arab memiliki gaya bahasa yang beragam, yang meliputi, 1) ragam sosial atau sosiolek yaitu ragam bahasa yang menunjukan stratifikasi sosial ekonomi penuturnya; 2) ragam geografis, ragam bahasa yang menunjukan letak geografis penutur antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga melahirkan dialek yang beragam; 3) ragam idiolek yaitu ragam bahasa yang menunjukan integritas kepribadian setiap individu masyarakat (لهجة فردية).
  2. Bahasa Arab dapat diekspresikan secara lisan atau pun tulisan. Menurut Bloomfield bahasa lisan merupakan hakekat adanya suatu bahasa. Realitas ini dapat dipahami karena adanya bentang sejarah peradaban manusia terlihat jelas mereka pada umumnya berbahasa lisan meskipun diantara mereka tidak dapat menulis dan tidak mengenal lambang tulisan. Bahasa lisan sebagai system verbal lebih banyak dipakai oleh manusia dalam berkomunikasi antara satu dengan lainnya antar anggota masyarakat di lingkungannya. Hal ini dimaksudkan agar penyampaian pesan lebih cepat dipahami maknanya oleh masyarakat sasaran.
  3. Bahasa Arab memiliki system, aturan dan perangkat yang khas, antara lain bahasa Arab itu :
  •  Sistemik, bahasa yang memiliki system standard yang terdiri dari sejumlah sub-sub system (sub system tata bunyi, tata kata, kalimat, syntax, gramatikal, wacana dll.).
  • Sistematis, artinya bahasa Arab juga memiliki aturan-aturan khusus, dimana masing-masing komponen sub system bahasa bekerja secara sinergis dan sesuai dengan fungsinya.
  • Komplit, maksudnya bahasa itu memiliki semua perangkat yang dibutuhkan oleh masyarakat pemakai bahasa itu ketika digunakan untuk sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi dan bersosialisasi antar mereka.
4.      4. Bahasa Arab memiliki sifat yang arbitrar dan simbolis. Arbitrar berarti mana suka, artinya tidak adanya    hubungan rasional antara lambang verbal dengan acuannya. Kata dalam setiap bahasa merupakan lambing-lambang benda nyata, abstrak, gagasan, dan sebagainya. Dengan sifat simbolis yang dimiliki bahasa, manusia dapat mengabstraksikan berbagai pengalaman dan buah pikirannya tentang berbagai hal, termasuk hal-hal yang kelak akan dialaminya.
  1. Bahasa Arab berpotensi untuk berkembang, produktif dan kreatif. Hal ini terjadi karena perkembangan bahasa selalu mengikuti perkembangan peradaban manusia, sehingga muncul kata dan istilah-istilah bahasa baru yang digunakan untuk mengkomunikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang.
  2. Bahasa Arab merupakan fenomena individu dan fenomena sosial. Sebagai fenomena individu, bahasa merupakan ciri khas kemanuisaan. Ia bersifat insani karena hanya manusia yang mempunyai kemampuan berbahasa verbal. Adapun sebagai fenomena sosial, bahasa merupakan konvensi suatu masyarakat pemilik atau pemakai bahasa itu. Seseorang menggunakan bahasa sesuai norma-norma yang disepakati atau ditetapkan untuk bahasa tersebut. Kesepakatan disini maksudnya bukanlah kesepakatan formal sebagai hasil konferensi atau muktamar yang melibatkan anggota masyarakat luas. Kesepakatan yang dimaksudkan pada dasarnya merupakan kebiasaan yang berlangsung turun temurun dari nenek moyang, yang sifatnya mengikat dan harus diikuti oleh semua pengguna bahasa. Jika seseorang tidak mematuhi atau menyimpang dari kesepakatan bersama tersebut, maka bahasa yang dituturkannya tidak akan dipahami atau paling tidak akan dipahami secara menyimpang (misunderstanding) oleh orang lain dalam masyarakat yang sama.
B. Karakteristik Unik Bahasa Arab
Adapun beberapa ciri-ciri khusus bahasa Arab yang dianggap unik dan tidak dimiliki bahasa-bahasa lain di dunia, terutama bahasa Indonesia, adalah sebagai berikut:

 1. Aspek bunyi
Bahasa pada hakekatnya adanya bunyi, yaitu berupa gelombang udara yang keluar dari paru-paru melalui pipa suara dan melintasi organ-organ speech atau alat bunyi. Bahasa Arab, sebagai salah satu rumpun bahasa Semit, memiliki ciri-ciri khusus dalam aspek bunyi yang tidak dimiliki bahasa lain, terutama bila dibandingkan dengan bahasa Indonesia atau bahasa-bhasa daerah yang banyak digunakan di seluruh pelosok tanah air Indonesia. Ciri-ciri khusus itu adalah:
  1. Vokal panjang dianggap sebagai fonem  (أُو ، ِي ، أَ )
  2. Bunyi tenggorokan (أصوات الحلق), yaitu ح dan ع
  3. Bunyi tebal ( أصوات مطبقة), yaitu ض , ص , ط dan ظ .
  4. Tekanan bunyi dalam kata atau stress (النبر )
  5. Bunyi bilabial dental (شفوى أسنـانى ), yaitu ف
 2. Aspek Kosakata
Ciri khas kedua yang dimiliki bahasa Arab adalah pola pembentukan kata yang sangat fleksibel, baik melalui derivasi (تصريف استـقاقى ) maupun dengan cara infleksi (تصريف إعرابـى ). Dengan melalui dua cara pembentukan kata ini, bahasa Arab menjadi sangat kaya sekali dengan kosakata. Misalnya dari akar kata علم , bila dikembangkan dengan cara اشتقاقى , maka akan menjadi :
  • عَلِم  – يَعلَم  dan seterusnya (تصريف اصطلاحى ) = 10 kata
  • يعلِّم – عَلّم  dan seterusnya = 10 kata
  • أعلم – يعلم  dan seterusnya = 10 kata
  • تعلم  –  يتعلم dan seterusnya = 10 kata
  • تعالم  – يتعالم  dan seterusnya = 10 kata
  • يستعلم– استعلم  dan seterusnya = 10 kata
Dari masing-masing kata ini dapat lagi kembangkan dengan cara تصريف إعرابـى sehingga akan lebih memperkaya bahasa Arab. Dari kata علم  saja akan menjadi ratusan kata. Bahkan menurut suatu penelitian, unsur bunyi yang ada pada suatu kata, meskipun urutan letaknya dalam kata tersebut berbeda akan mengandung arti dasar yang sama.

 3. Aspek Kalimat
1. I’râb
Bahasa Arab adalah bahasa yang memiliki sistem i’râb terlengkap yang mungkin tidak dimiliki oleh bahasa lain. I’râb adalah perubahan bunyi akhir kata, baik berupa harakat atau pun berupa huruf sesuai dengan jabatan atau kedudukan kata dalam suatu kalimat. I’râb berfungsi untuk membedakan antara jabatan suatu kata dengan kata yang lain yang sekaligus dapat merubah pengertian kalimat tersebut.
Contoh:
  • ما أحسنَ خالداً  artinya alangkah baiknya si Khalid
  • ما أحسنُ خالدٍ  artinya apa yang baik pada si Khalid ?
  • ما أحسنَ خالدٌ  artinya apa yang diperbuat baik oleh si Khalid ?
2. Jumlah Fi’liyyah dan Jumlah Ismiyyah
Komponen kalimat dalam bahasa apapun pada dasarnya sama, yaitu subyek, predikat dan obyek. Namun, yang berbeda antara satu bahasa dengan bahasa lainnya adalah struktur atau susunan (تركيب) kalimat itu. Pola kalimat sederhana dalam bahasa Arab adalah :
  • اسم + اسم
  • فعل + اسم
Sementara dalam bahasa Indonesia pola kalimatnya adalah :
  • KB + KB
  • KB + KK
Pola فعل + اسم  dalam bahasa Arab sudah dianggap dua kalimat. Dari perbandingan itu, tampak bahwa pola فعل +  اسم hanya dimiliki bahasa Arab. Meskipun kadang ada ungkapan bahasa dalam percakapan sehari-hari pola yang sama dengan ini ditemui dalam bahasa Indonesia seperti turun hujan, tetapi ungkapan itu biasanya didahului oleh keterangan waktu umpamanya tadi malam turun hujan.
3. Muthâbaqah (Kesesuaian)
Ciri yang sangat menonjol dalam susunan kalimat bahasa Arab adalah diharuskannya muthâbaqah atau persesuaian antara beberapa bentuk kalimat. Misalnya harus ada Muthâbaqah antara mubtada’ dan khabar dalam hal ‘adad (mufrad, mutsannâ dan jama’) dan dalam jenis (mudzakkar dan muannats), harus ada Muthâbaqah antara maushûf dan shifat dalam hal ‘adad, jenis, i’râb (rafa’, nashb, jar), dan nakirah serta ma’rifah-nya. Begitu juga harus ada Muthâbaqah antara hâl dan shâhib al-hâl dalam ‘adad dan jenisnya.

4. Aspek Huruf
Ciri yang Nampak dominan pada huruf-huruf bahasa Arab adalah :
  1. Bahasa Arab memiliki ragam huruf dalam penempatan susunan kata, yaitu ada huruf yang terpisah, ada bentuk huruf di awal kata, di tengah dan di akhir kata.
  2. Setiap satu huruf hanya melambangkan satu bunyi.
  3. Cara penulisan berbeda dengan penulisan huruf Latin, yakni dari arah kanan ke kiri.
Disamping itu, ada beberapa huruf yang tidak dibunyikan seperti pada kata-kata : أولئك – الزكوة – أنا – لا، أنا طالب  dan sebaliknya, ada beberapa bunyi yang tidak dilambangkan dalam bentuk huruf seperti هذا – ذلك – أنتَ ؟ .
Penutup
Pengetahuan karakteristik suatu bahasa merupakan salah satu cara memasuki pintu gerbang pemahaman bahasa tersebut. Begitu juga halnya dengan bahasa Arab yang memiliki ciri dan kekhususan yang berbeda dan mungkin juga tidak dimiliki oleh bahasa lain di dunia. Hal ini sangat perlu diketahui oleh para pengajar bahasa Arab dari segala tingkatan dan jenjang pendidikan. Namun faktor penting yang tidak bisa dinafikan untuk mencapai keberhasilan pembelajaran bahasa Arab adanya sense of belonging yang harus ada pada diri setiap umat Islam pada bahasa Arab.

Referensi
  • Amin Muhammad, al-Lughat al-’Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ, Mesir: Dâr el-Fikr, 1980
  • Ahmad Fuad Effendi, Metodologi Pengakaran Bahasa Arab (Malang: Misykat, 2004),
  • http://marihanafiah.wordpress.com/2008/06/27/karakteristik-bahasa-arab/
  • Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, cet. III., Humaniora: Bandung. 2009. 
  • http://kuliahpemikiran.wordpress.com/2012/01/24/karakteristik-bahasa-arab/
  • http://nanoazza.wordpress.com/2008/07/03/karakteristik-bahasa-arab-dan-penerapannya/
  • Moh. Matsna, Karakteristik dan Problematika Bahasa Arab, dalam Jurnal Arabia Vol. I Nomor 1/April-September 1998. (Depok: Prodi Arab Fakultas Sastra UI, 1998). 

Metode dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab


Ibnu khaldun berkata, “Sesungguhnya Pembelajaran itu merupakan profesi yang membutuhkan  pengetahuan,  keterampilan,  dan  kecermatan  karena  ia sama halnya  dengan  pelatihan  kecakapan  yang  memerlukan  kiat,  strategi dan ketelatenan,  sehingga  menjadi  cakap  dan  professional.”  Penerapan metode Pembelajaran  tidak  akan  berjalan  dengan  efektif  dan  efisien  sebagai media pengantar  materi  Pembelajaran  bila  penerapannya  tanpa  didasari dengan pengetahuan yang memadai tentang metode itu. Sehingga metode bisa saja akan menjadi  penghambat  jalannya  proses  Pembelajaran,  bukan  komponen yang menunjang  pencapaian  tujuan,  jika  tidak  tepat  aplikasinya.  Oleh  karena itu, penting  sekali  untuk  memahami  dengan  baik  dan  benar  tentang karakteristik suatu  metode.  Secara  sederhana,  metode  Pembelajaran  bahasa  Arab dapat digolongkan  menjadi  dua  macam,  yaitu:  pertama,  metode tradisional/klasikal dan kedua, metode modern.
Metode  Pembelajaran  bahasa  Arab  tradisional  adalah  metode  Pembelajaran bahasa Arab yang terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu” sehingga belajar bahasa  Arab berarti  belajar  secara  mendalam  tentang  seluk-beluk  ilmu  bahasa Arab,  baik  aspek gramatika/sintaksis  (Qowaid  nahwu),  morfem/morfologi (Qowaid as-sharf) ataupun sastra (adab). Metode yang berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan tersebut adalah Metode qowaid dan tarjamah. Metode tersebut  mampu  bertahan  beberapa  abad, bahkan  sampai  sekarang  pesantren-pesantren  di  Indonesia,  khususnya  pesantren salafiah  masih  menerapkan metode  tersebut.  Hal  ini  didasarkan  pada  hal-hal sebagai  berikut:  Pertama, tujuan Pembelajaran bahasa arab tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu dan ilmu sharaf. Kedua kemampuan ilmu nahwu dianggap sebagai syarat mutlak  sebagai  alat  untuk  memahami  teks/kata  bahasa  Arab  klasik yang  tidak memakai  harakat,  dan  tanda  baca  lainnya.  Ketiga,  bidang  tersebut merupakan tradisi turun temurun, sehingga kemampuan di bidang itu memberikan “rasa percaya diri (gengsi) tersendiri di kalangan mereka”.
Metode  Pembelajaran  bahasa  Arab  modern  adalah  metode  Pembelajaran yang berorientasi  pada  tujuan  bahasa  sebagai  alat.  Artinya,  bahasa  Arab dipandang sebagai  alat  komunikasi  dalam  kehidupan  modern,  sehingga  inti belajar  bahasa Arab adalah  kemampuan  untuk  menggunakan  bahasa  tersebut secara  aktif  dan  mampu memahami  ucapan/ungkapan  dalam  bahasa  Arab. Metode  yang  lazim  digunakan dalam  Pembelajarannya  adalah  metode  langsung (tariiqah al - mubasysyarah). Munculnya metode ini didasari pada asumsi bahwa bahasa  adalah  sesuatu  yang  hidup, oleh  karena  itu  harus  dikomunikasikan  dan dilatih terus sebagaimana anak kecil belajar bahasa.
a. Metode Qawaid  dan Terjemah
Para  pakar  dan  praktisi  pembelajaran  bahasa  asing  sering  juga  menyebut metode ini dengan metode tradisional. Penyebutan tersebut berkaitan dengan sebuah  cerminan terhadap  cara-cara  dalam  jaman  Yunani  Kuno  dan  Latin dalam mengajarkan bahasa. Asumsi dasar metode ini adalah adanya „logika semesta  (universal  logic)  yang merupakan  dasar  semua  bahasa  di  dunia, sedangkan tata bahasa adalah cabang logika.
Metode ini ditujukan kepada peserta didik agar, (1) lebih mempu membaca naskah berbahasa Arab atau karya sastra Arab, dan (2)  memiliki nilai displin dan perkembangan intelektual. Pembelajaran dalam metode ini didominasi dengan kegiatan membaca dan menulis. Adapun kosakata yang dipelajari adalah kosakata dari tes bacaan, di mana kalimat diasumsikan sebagai unit yang terkecil dalam bahasa, ketepatan terjemahan diutamakan, dan bahasa Ibu digunakan dalam prose pembelajaran.
b. Metode Langsung (Mubâsyarah)
Karena adanya ketidak puasan dengan metode qawa’id dan tarjamah, maka terjadi suatu gerakan penolakan terhadap metode tersebut menjelang pertengahan abad ke 19. Banyak orang Eropa yang merasa bahwa buku-buku pembelajaran bahasa asing yang beredar tidaklah praktis, karena tidak mengajarkan bagaimana berbahasa namun lebih    memperhatikan pembicaraan tentang bahasa. Karena itu, banyak kemudian bergulir ide-ide untuk meperbaharui metode tersebut.
Berdasarkan asumsi yang ada dalam proses berbahasa antara Ibu dan anak, maka F.Gouin (1980-1992) mengembangkan suatu metode yang diberi nama dengan metode langsung (thariqah mubasyarah), sebuah metode yang sebenarnya juga pernah digunakan dalam dunia pembelajaran bahasa asing sejak jaman Romawi (± abad XV). Metode ini memiliki tujuan yang terfokus pada peserta didik agar dapat memiliki kompetensi berbicara yang baik. Karena itu, kegiatan belajar mengajar bahasa Arab dilaksanakan dalam bahasa Arab  langsung  baik  melalui  peragaan  dan  gerakan.  Penerjemahan  secara langsung dengan bahasa peserta didik dihindari.
c. Metode Silent Way (Guru Diam)
Metode ini digulirkan oleh C. Gatteno (1972). Kendati ia mengembangkan teori  dan  metode  pembelajaran  yang  terpisah  dengan  teori  Chomsky, namun didalamnya banyak persamaan. Ide dasarnya adalah bahwa belajar sangat bergantung pada diri (self) seseorang. Diri tersebut mulai berfungsi pada waktu manusia diciptakan dalam kandungan, dimana sumber awal tenaganya dalah DNA (deoxyribonu acid).  Diri menerima masukan-masukan dari luar dan mengolahnya sehingga menjadi bagian dari diri itu sendiri.
Dalam penggunaan metode silent way, guru lebih banyak diam, ia menggunakan gerakan, gambar dan rancangan untuk memancing dan membentuk reaksi. Guru menciptakan   situasi   dan lingungan yang mendorong peserta didik “mencoba-coba” dan menfasilitasi pembelajaran. Seolah  hanya  sebagai  pengamat,  guru  memberikan  model  yang  sangat minimal dan membiarkan peserta didik berkembang bebas, mandiri dan bertanggung  jawab.  Adapun  penjelasan,  koreksi  dan  pemberian  model sangat minim, lalu peserta didik membuat generalisasi, simpulan dan aturan yang diperlukan sendiri. Hanya saja, di dalamnya masih digunakan pendekatan struktural dan leksikal dalam pembelajaran.
d. Sugestopedia
Sugetopedia merupakan metode yang didasarkan pada tiga asumsi. Pertama, belajar itu melibatkan fungsi otak manusia, baik secara sadar ataupun dibawah sadar. Kedua, pembelajar mampu belajar lebih cepat dari metode- metode lain. Ketiga, Kegiatan belajar mengajar dapat terhambat oleh beberapa faktor, yakni (1) norma-norma umum yang berlaku di tengah masyarakat, (2) suasana yang terlalu kaku, kurang santai, dan (3) potensi pembelajar yang kurang diberdayakan oleh guru. Metode  ini dicetuskan oleh seorang psikiatri Bulgaria yang bernama George Lozanov.
Metode  Sugestopedia  mempunyai  tujuan agar peserta didik mampu bercakap-cakap tingkat tinggi. Dalam metode ini, butir-butir bahasa Arab dan terjemahannya disajikan dalam  bahasa Ibu dalam bentuk dialog. Tujuan utama bukan sekedar penghafalan dan pemerolehan kebiasaan, tetapi  tindakan  komunikasi.  Karena  kegiatan  belajar  meliputi  peniruan, tanya jawab, dan bermain peran, maka peserta didik diharapkan bisa metoleransi dan menerima perlakuan seperti kanak-kanak (infantilization).
bersambung....

METODE DAN TEKNIK PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

METODE DAN TEKNIK PEMBELAJARAN BAHASA ARAB


  1. Problematika Pengajaran Bahasa Arab

Sudah bertahun-tahun kita mengelauhkan pengajaran bahasa Arab menyangkut keberhasilannya yang masih jauh dari harapan. Paling tidak ada dua problem yang sedang dan akan terus kita hadapi yaitu:
    1. Problem kebahasaan yang sering disebut problem linguistic
    2. Problem non kebahasaan atau problem non linguistic
            Pengetahuan guru tentang kedua problem itu penting agar guru dapat meminimalisasi problem tersebut dan dapat mencari solusi yang tepat untuk mengatasinya. Sehingga apa yang diharapkan dari pengajaran bahasa Arab dalam batas-batas minimal dapat tercapai dengan baik.
           Problem kebahasaan antara lain meliputi:
1.     Problem Aswat Arabiyah
2.    Problem qowaid dan i,rab
3.    Problem Tarokib
Adapun problem non kebahasaan antara lain meliputi:
1.     Motivasi dan minat belajar
2.    Sarana belajar
3.    Kompetensi guru baik akademik maupun paedagogik, kepribadian dan social.
4.    Metode pembelajaran yang digunakan
5.    Waktu yang tersedia
Dari kedua problem di atas nampaknya yang paling dominant mempengaruhi berhasil tidaknya pembelajaran bahasa Arab adalah problem-problem non kebahasaan yang salah satunya adalah metode.

  1. Kata Kunci Yang Terkait Dengan Pembelajaran Bahasa Asing:
Ada tiga kata kunci yang perlu dipahami dengan baik dalam kaitan dengan pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing yaitu:
    1. Pendekatan ( Al Madhol)
    2. Metode (Al Thariqoh)
    3. Teknik ( Al Tekniik)
Konsep ini yang ditawarkan oleh Edward Anthony. Sedangkan menurut Richards  juga ada tiga tetapi, dengan menggunakan istilah lain yaitu:
1.     Pendekatan
2.    Disain yang meliputi silaby, pemilihan materi, perumusan tujuan, dan penyediaan sarana belajar.
3.    Prosedur.
Metode menurut Richards merupakan payung. Ini berarti kalau kita bicara metode, maka pada saat yang bersamaan kita bicara ketiga hal di atas.
             Metode pembelajaran bahasa nampaknya sangat dipengaruhi oleh pendekatan atau al madhol apa yang mendasari seseorang terhadap persepsinya tentang bahasa: Banyak sekali asumsi tentang bahasa misalnya : Bahasa adalah kebiasaan (al- ‘adah) dan kebiasaan membutuhkan pengulangan dan pembiasaan. Asumsi lain mengatakan bahwa bahasa adalah hebit (al-malakah) sedang tulisan hanyalah symbol. Yang lain mengatakan bahasa adalah apa yang diucapkan dan bukan apa yang seharusnya diucapkan. Masih banyak lagi asumsi-asumsi lain menyangkut bahasa yang dari asumsi itu melahirkan cara baik cara belajar maupun cara mengajar. Dari sini para pakar mengatakan bahwa pendekatan adalah sejumlah asumsi tentang bahasa. Dengan ungkapan yang sederhana dapat dikatakan bahwa bila asumsi oarng tentang bahasa adalah lisan maka ia akan mengajarkan bagaimana keterampilan berbahasa harus dicapai dan materi apa yang sesuai untuk mencapai tujuan itu. Sebaliknya bila asumsi orang tentang bahasa adalah yang tertulis atau tulisan, maka yang akan diajarkan adalah bagaimana memahami yang ditulis.
          Saat guru mengajar di kelas baik pendekatan, maupun metode tidak akan nampak, karena keduanya menyatu di dalam seni mengajar atau teknik mengajar. Walaupun demikian guru bahasa harus berbekal dengan kompetensi akademik yang di dalamnya adalah penguasaan metode, penguasaan materi, dan pemahaman tentang berbagai pendekatan.

  1. Teori Yang Mendasari Metode
Ada kategorisasi tentang metode yaitu: metode tradisional seperti metode qowaid dan terjemah, dan kedua metode modern. Kategorisasi ini didasarkan pada ada tidaknya teori yang mendasari metode .
Ada dua kerangka teori yang mendasari sebuah metode sehingga ia disebut modern yaitu:
1.     Teori Linguistik yakni teori tentang bahasa itu sendiri.
2.    Teori Psikologi Pembelajaran Bahasa.
Kedua landasan teori itulah yang digunakan untuk mengembangkan metode pembelajaran bahasa.
Teori psikologi pembelajaran bahasa menegaskan bahwa orang belajar bahasa harus dengan stimulus-respon. Ini artinya belajar bahasa menuntuk keaktipan pembelajar. Namun, apa yang disebut stimulus tidak harus datang dari pihak luar atau dari orang lain, melainkan bisa diciptakan oleh pembelajar sendiri.
Teori psikologi pembelajaran bahasa ada beberapa aliran atau madzhab antara lain:
1.     Madzhab Behaviorisme yang tokohnya antara lain : Thorndike yang berpandangan bahwa belajar bahasa dilakukan dengan teori trial and error yang bisa dilakukan oleh guru dengan melatihkan pembelajar secara berulang-ulang. Ini menuntut guru harus pandai merekayasa lingkungan pembelajaran. Atas dasar pandangan inilah muncul metode al-samiyah syafahiyyah (aural oral approach). Yakni metode yang melatihkan kemahiran pendengaran dan kemudian melatihkan pengucapan secara baik dan benar. Metode ini menitik beratkan pada kegiatan reinforcement atau al-ta’ziz, yang medianya bisa menggunakan media tadribat, menghafal kosakata, dialog dan latihan pola-pola kalimat.
2.    Madzhab Kognitif yang menyatakan bahwa lingkungan bukanlah penentu hasil pembelajaran. Pembelajar pada saat menerima stimulus mempunyai hak untuk menentukan pilihan respon yang sesuai. Pengikut madzhab ini adalah Noam Chomsky yang berpandangan bahwa setiap orang memiliki kesiapan fitrah untuk belajar bahasa. Sejak lahir setiap oaring telah dibekali Allah SWT piranti pemerolehan bahasa (jihaz  iktisab al-lughah). Karena itu dalam hal berbahasa ada dua istilah yang perlu dipahami yaitu (1) ta’allum al-lughah dan (2) iktisab al-lughah)
 Teori linguistik atau teori kebahasaan yang turut mendasari lahirnya metode dan perkembangannya. Teori kebahasaan ini mendasari cara pandang terhadap hakikat bahasa. Dari teori ini lahir dua aliran atau madzhab:
1.     Aliran Struktural yang dipelopori oleh Ferdinan de Saussure . Menurut aliran ini bahasa adalah :
a.    Ujaran (lisan) dan bukan tulisan.
b.    Kemampuan bahasa diperoleh melalui latihan pembiasaan dan pengulangan. Jadi bukan mengalihkan dari bahasa pembelajar ke dalam bahasa target(BT)
c.    Tiap bahasa mempunyai system yang berbeda dari yang lain.
d.    Tidak ada bahasa yang bisa dinyatakan unggul atas bahasa yang lain
e.    Semua bahasa yang hidup mengalami perkembangan baik kosa kata maupun pola dan strukturnya.
f.    Sumber baku bahasa adalah penutur bahasa tersebut. Dari sinilah muncul ungkapan “ bahasa adalah apa yang diucapkan dan bukan apa yang seharusnya diucapkan.”

Proses pembelajaran bahasa menurut aliran struktural ini adalah :
1.     Pembiasaan, latihan dan menirukan harus diintensifkan
2.    Kemahiran berbahasa harus dimulai dari mendengar, berbicara, membaca dan menulis.
3.    Pendekatan pembelajaran bahasa bisa memanfaatkan analisis kontrastif (dirasah taqabuliyah) untuk mencari sisi kesamaan antara bahasa pembelajar dengan bahasa target dan mencari perbedaan-perbadaannya.
4.    Perlunya contoh penuturan yang fasih menyangkut bunyi-bunyi, termasuk yang  harus dibaca panjang dan pendek. Juga kefasihan struktur agar tidak terkesan mengarabkan struktur Indonesia.
Dari dasar kedua teori baik linguistik maupun teori psikologi pembelajaran bahasa inilah muncul metode audiolingual.
             
2.    Aliran Generatif-Transformasi dengan tokohnya yang terkenal yaitu Noam Chomsky.
Menurut teori ini bahasa itu terdiri dari dua struktur yaitu struktur dalam (al-bina al-asasy) dan struktur luar (al-bina al-dhahiry). Misalnya ketika orang mengatakan “ Al-muwaddhof ?                           Itu sama dengan kalau ia mengatakan “ hal anta muwadhof ?
Selanjutnya menurut Chomsky kemapuan seseorang dalam berbahasa ada dua macam yaitu kompetensi ( al-kafa’ah) dan performasi (al-ada’). Ini artinya kemapuan seseorang dalam hal berbahasa antara kompetensi dengan performansi berbeda dan tidak berbanding lurus.Kemampuan al-ada’ lebih rendah dari kemampuan kompetensinya, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan.
Menurut Chomsky kemampuan seseorang tentang tatabahasa baru brada pada kompetensi linguistic belum pada kemahiran berbahasa. Memang kemampuan seseorang dalam berbahasa pun dapat dibedakan menjadi :
1.     Kemapuan berbahasa sekedar dapat dipahami “ Al-lughoh al-mufahhamah
2.    Kemampuan berbahasa fasih” Al-lughoh al-fasihah
3.    Kemapuan berbahasa indah Al-lughoh al balighoh
Berdasarkan teori transformasi generatif, maka pembelajaran bahasa dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.         Bahwa kemampuan berbahasa merupakan sebuah proses kreatif. Karena itu pembelajar harus diberi kesempatan yang luas untuk mengkreasi ujaran-ujaran dalam situasi komunikatif, bukan sekedar menirukan dan verbalisme.
2.        Pemilihan materi tidak ditekankan pada hasil analisis kontrastif melainkan pada kebutuhan komunikasi.
3.        Kaedah nahu hanya diberikan bila diperlukan dan lebih bersifat implicit untuk mendukung kemahiran berbahasa.

  1. Bagaimana Mengajarkan Struktur Yang Baik
Pertu diingat bahwa qowaid termasuk di dalamnya tentang strukur atau tarakiib bukan lah tujuan, melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan “ Al-qowaid laisat ghayah wa innama hiya wasilah li al-wusul ila al-ghayah”. Karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwa” Dalam mengajarkan struktur di bawah payung all in one sitem pengajaran struktur diajarkan secara implicit karena tujuannya adalah untuk mendukung kemahiran berbahasa. Maka yang perlu dipahami adalah misalnya srtuktur ismiyah itu mulai dari mana? Dan hingga batas mana kemampuan yang ingin dicapai?
Memang secara teori struktur dapat diajarkan melalui pendekatan dedutif yaitu mulai dari kaedah baru kemudian memberi contoh-contoh. Tapi contoh-contoh inilah yang nantinya dilatihkan. Karena itu contoh yang ditampilkan harus bahasa yang komunikatif. Pendekatan yang lain adalah pendekatan induktif yang dimulai dengan contoh-conth baru pembelajar diminta untuk memberi kesimpulan kaedahnya.
Pembelajaran struktur implicit untuk mencapai kemahiran berbahasa dapat menggunakan beberapa media antara lain:
1.     Qowalib yakni dengan cara mengganti satu kata, tetapi strukturnya masih sama  misalnya:
هذا ولد ذكى                                                                 هذه  ---- -----  (بنت(
هذا   -------- -    (تلميذ (
هذا تلميذ مجد     ( مجد ) ة
Dengan model Tahwil yakni mengubah bentuk, misalnya dari ismiyah menjadi fi’liyah atau sebaliknya, dari mubtada muqaddam menjadi mubtada muakhar dst.Misalnya :
                ( فعلية )     يذهب احمد إلى المدرس
( اسمية )    احمد يذهب إلى المدرسة
(منفى )      لا يذهب المدرس إلى المدرسة  
  1. Kesimpulan
Penyelesaian Problem pembelajaran bahasa Arab khususnya dan bahasa asing umumnya belum mencapai tingkat keberhasilan yang memadai. Banyak faktor yang menyebabkannya,  salah satunya adalah persoalan metode pembelajaran yang digunakan. Walaupun demikian metode hanyalah salah satu dari banyak faktor dan metode pada saat digunakan terkait dengan faktor-faktor lain, seperti sarana belajar, lingkungan belajar, motivasi , kompetensi guru dan profesionalismenya.
Maka untuk membenahi itu semua hal yang harus dilakukan adalah pembenahan terhadap kompetensi dan profesionalisme guru mulai dari jengjang pendidikan  paling rendah hingga tingkat tinggi. Di samping itu paradigma pembelajaran bahasa Arab harus diubah dari sekedar sebagai alat spiritualisasi menjadi alat saintifikasi dan perubahan ini harus didukung dengan politik pemerintah baik Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim maupun pemerintah Negara-negara Arab yang mestinya memiliki semangat kuat untuk mengembangkan masyarakat muslim berbahasa Arab melalui pemberian bea siswa besar-besaran untuk study lanjut dan bahkan peluang bekerja di Negara-negara Timur Tengah dengan syarat memiliki kompetensi berbahasa Arab secara baik lisan maupun tulisan.